Alkisah, berawal pada pencarian
orang hilang. Seorang yang diketahui sebagai penderita penyakit jiwa. Telah
lama tak terlihat, akhirnya dia menampakan diri. Penampakannya tidak hanya
mengejutkan, namun juga memberi isyarat. Bisa jadi isyarat yang disampaikan
menyamai sabda. Tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan sebagai sabda.
Sedangkan Nietzse saja pernah membuat buku yang judulnya “sabda”. Sstttt, untuk
bagian ini hanya bagi orang-orang yang sudah dewasa, kabarnya Nietzse juga
dketahui menderita sakit jiwa.
Bagi yang ingin menyamakan orang
gila ini dengan Nietzse, silahkan. Bagi yang ingin melihat dengan adanya
arsiran atau irisan antar keduanya, boleh juga.
Pagi minggu saat itu, sedang
hiruk-pikuk beberapa orang yang terlibat menjadi panitia, mempersiapkan sarapan
untuk acara musyawarah yang digelar tahunan. Di dapur ramai dengan aktifitas
masak-memasak, canda-mencanda, tawa-tawa mengusir rasa lelah dan jenuh. Bisa
juga ada yang coba-mencoba menjalin komunikasi dengan para rekan atau
senior-junior, atau juga dengan gebetan. Tidaklah itu semua tindakan yang punya
potensi harus dicela, selama tetap pada porsi dan kebutuhan berinteraksi pada
jiwa-jiwa muda yang gelisah untuk banyak belajar.
Seorang yang beberapa tahun lalu ikut juga dalam acara yg sama, musyawarah tahunan di Sibolangit, langsung saja mengenali orang gila yang mendekati keberadaan mereka yang sedang memasak. Orang itu langsung memberi isyarat pada teman-temannya, lantas saja banyak teman yang lain juga mengenali sosok yang mendekat. Lesco namanya, begitu mereka menamai. Terserah ada yang tidak iklas atau malah ada yang senang dengan penamaan bagi si seorang gila.
Semakin dekatlah seorang gila
bernama “Lesco” dengan mereka. Lesco berperilaku layaknya orang penderita gila
yang lain. Mondar-mandir dengan perilaku mencari sesuatu dan menyapu
wajah-wajah orang-orang disekitarnya dengan tatapan abstrak dan absurd.
Beberapa saat kemudian, ada yang berinisiatif untuk memberikan sepiring porsi makanan yang menjadi menu sarapan, karena Lesco terlihat mengorek-ngorek tong sampah yang ada di dapur.
Orang tadi menjulurkan sepiring
porsi sarapan, Lesco si seorang gila menerimanya dengan wajah datar tanpa
melihat wajah pemberi.
Ternyata lesco lapar dan ingin mengisi perutnya agar hilanglah rasa lapar. Banyak orang tertuju sesaat pada Lesco, Lesco saat itu seperti selebritis yang menjadi pusat perhatian, atau para selebritis yang punya kesamaan sifat dengan Lesco si seorang gila. Terserah anda mengartikannya bagaimana.
Semua menunggu untuk nasi yang
akan dimakan Lesco.
Namun perlakuan Lesco pada seporsi menu sarapan itu sangat mengejutkan. Lesco tentu memakannya, dan pasti saja dengan caranya sendiri.
Seporsi menu sarapan tadi, sebelum Lesco memakannya dituangkan dalam tong sampah yang ada di dekatnya. Sesuap demi sesuap Lesco memakannya dari tempat makan miliknya. Lesco senang dengan itu, dan menikmati. Lesco nyaman dan punya kebiasaan yang telah menjadi bagian hidupnya dan tidak ada masalah bagi dirinya.
Banyak orang yang lantas kaget melihat sensasi makan ala seorang gila. Ada yang menertawakan, ada yg mewajarkan, ada yang menjadikannya sebagai bahan gurauan, malah yang menjadikan ejekan-ejekan lebih banyak.
Bagiku, yang menjadi keterkejutan lebih dalam bukan pada perilaku dan peritindak seorang gila “Lesco”. Keterkejutanku pada sesosok mahasiswa tingkat awal, dengan wajah serius saat menyaksikan peristiwa “adegan drama Lesco makan dari tong sampah”.
Tak ingin penasaranku lama-lama tak terjawab dengan ekspresi mahasiswa tingkat awal itu, lantas aku menghampirinya. “apa yang membuat wajahmu serius dan terkesan merenung melihat drama Lesco?”
Orang itu tak langsung menjawab. Dia malah menatap aku dengan sangat lekat, seperti ingin menghujamku dengan banyak penjelasan, bahkan lebih terlihat ingin balik memberondongku dengan banyak pertanyaan. Atau ingin mengejekku, “hei bodoh... Mengapa begitu saja tak mengerti”.
Lama aku menunggu jawaban dari mahasiswa tingkat awal ini.
“Dia (Lesco) telah bersabda.”
Ucapnya
Semakin bingung aku dengan
jawabannya.
Sampai disini, apalah yang bagi anda pikirkan setelah membaca dan menyaksikan cerita ini. Mungkin cocoklah ejekan mahasiswa yang mengejeku dengan tatapannya juga pantas anda miliki.
Sampai beberapa hari aku merenungkan kejadian ini, juga jawaban seorang mahasiswa, yang mungkin sama gilanya dengan Lesco. Sampai pada suatu hari aku punya kesempatan untuk memaksa mahasiswa tersebut untuk menerangkan maksud jawabannya.
Kira-kira beginilah penjelasan mahasiswa itu kepadaku, Lesco telah bersabda dengan “logika dibalik” kepada kita, orang-orang yang mengakunya waras dan punya kecerdasan akal.
Apa maksud kawan kita ini? Sudah jelas makan di tong sampah kotor, jorok dan menjijikan bukan kondisi yang sehat dan bisa diterima akal. Tapi kawan kita ini mampu melihatnya sebagai pelajaran yang bernilai mahal.
Justru, kita sering seolah sudah menggunakan akal sehat, lantas saat menyaksikan peristiwa yang mengusik alam nyaman logika kita, lalu tersinggung dan terusik yang dialami.
Lesco diberi makanan dengan piring yang bersih, makanan yang sehat dan bergizi, untuk dimakan sebagai asupan bagi nutrisi tubuh oleh seorang mahasiswa yang tergerak hatinya untuk memberikan jatah sarapan pada Lesco. Sayangnya, Lesco punya logika dan cara pandang sendiri untuk memperlakukan makanan dan cara makannya. Tidak ada yang salah pada Lesco menurut dirinya sendiri. Lesco tak merasa terusik. Justru Lesco memberikan pelajaran bagi banyak orang, yang bisa saja menyerupai sabda.
Bagi orang yang mengakui pemilik akal yang cerdas dan waras, melihat gaya makan Lesco ada masalah dan harus dibenarkan atau diluruskan. Namun bagi Lesco tiada yang menjadi masalah.
Mengapalah kita hanya menghakimi
gaya makan Lesco? Yang menurut banyak orang bermasalah. Tidakkah lebih banyak
gaya hidup kita yang lebih bermasalah dari Lesco?
Dan pernakah kita mendapati orang yang mengingatkan kita dengan gaya hidup yang kita miliki, lantas kita tersinggung dan marah, atau malah balas menyerang pada orang yang mengingatkan kita.
Masalah pada cara berfikir kita, bersikap, berpolitik, bersosial, bertetangga, bersahabat, berteman, bersaudara bahkan beragama yang hanya mementingkan ego dan eksistensi pribadi. Kemudian kita mencak-mencak dan marah-marah pada orang yang sudah mengkritik dan menunjukan cara yang benar.
Tidakkah Lesco lebih pintar dan cerdas dan sadar, dengan menunjukan kesalahan orang-orang yang mengaku waras dan sadar menggunakan cara ekstrim. Memaksa orang yang mengaku waras dan sadar harus benar-benar memakai otak dan akalnya untuk berfikir dan merenung. Bersabda dengan logika dibalik.
Lesco merasa tersinggung saat ada yang memberi makan dan menyuruhnya makan dengan piring, karena selama ini Lesco memiliki wadah makan yang memberi kenyamanan makan di tong sampah.
Banyak orang yang tersinggung
saat diingatkan dan disarankan berfikir dan bertindak degan cara yang benar dan
baik.
Siapakah yang Lesco? Siapakah yang Seorang Gila?
Sukmo Kelono
2:50
15 Oktober 2012
Posting Komentar