Selamat datang di Tinta Kertas

Antara Gus Dur, Roma Irama dan HMI FISIP USU

Jumat, 12 Agustus 20110 komentar




Antara Gus Dur, Roma Irama dan HMI FISIP USU

Gus Dur pernah ditanya seorang wartawan saat dia masih hidup. Gus, kenapa sih anda selau saja bicara dengan akrab melekatkan guyonan atau dagelan. Malah waktu anda jadi presiden, bisa dibilang anda itu presiden terlucu sepanjang peradaban. Gus Dur malah enteng-enteng saja bersikap, sambil seperti biasa mimik wajahnya, yang memang sudah seperti itu tanpa dibuat-buat. Wajahnya bergerak-gerak lucu khas Gus Dur.

Konon, katanya sejak masih dibangku kuliah Gus Dur memang suka melakukan celoteh-celoteh aneh dan tingkah-tingkah yang aneh. Apalagi ketika kuliah di Kairo, Gusdur suka memplonco pendatang-pendatang baru dari tanah air. Partnernya yang lihai dalam memerankan diri sebagai panitia perpeloncoan adalah K.H. Mustofa Bisri dari Rembang yang kini terkenal sebagai kiayi-penyair.

Pada hari yang tidak disengaja, atau disengaja juga. Tetapi entahlah… mungkin ini memang gerak alami, walau ada yang menggerakannya adalah kekuatan yang tidak dapat dilihat dengan mata kasar. K.H. Sukri Zarkasyi yang ketika itu belum kiayi tentunya berkunjung ke kediaman Gus Dur. Menurut Gus Dur sih, K.H. Sukri Zarkasyi pekerjaannya di Kairo Cuma main band, tapi pulang kok bisa jadi kiyai. Tentu saja Gus Dur dan Gus Mus(tofa) menyambut dengan hangat kunjungan K.H. Sukri Zarkasyi. Keramah tamahan sudah menjadi perisikap mereka yang dibawa dari tanah air.

Mereka saling berbincang dan menanyakan kabar dan keselamatan, cerita-cerita tanah air yang ditinggalkan. Tak lupa juga direbuskn air untuk dibuat minuman teh atau yang menurut tuan rumah enak disajikan.
Namanya juga tempat kos, yang menjadi tempat tinggal Gusdur dan Gus Mus. Segala kegiatan merebus air dan persiapan lain-lainya oleh Gus Mus untuk menghidangkan air minum bisalah dilihat langsung oleh K.H. Sukri Zarkasyi.

Gus mus sudah mempersiapkan lepekan dan cangkir sambil bertanya kepada Gus Dur dengan suara yang sedang-sedang saja. “Gus, mana lapnya tadi?”
Yang dipanggil langsung saja berjalan mengambil “lap” kearah almari yang ternyata adalah celana dalam alias “sempak”. Gus Dur memberikannya dengan wajah datar tanpa perasaan bersalah kepada Gus Mus. Yang menerima tentu saja memamerkan wajah dingin, kemudian langsung menggunakan untuk mengelap cangkir tanah dan lepek nya. Gus Dur malah asyik lagi berbincang melanjutkan dengan K.H. Sukri Zarkasyi.

Wuiiih… merah padamlah muka calon kiai Gontor ini, sekali gus pucat pasi melihat cangkir tanah yang berisi teh yang harus diminumnya, setelah di lap dengan sempak tadi. Teh sudah tersuguhkan, mau tak mau dia harus meminumnya dengan perasaan dan lidah yang bercampur aduk.

Gus Dur tetap saja santai melanjutkan perbincangan, tak peduli dengan raut wajah Gus Sukri yang kecut. Beberapa saat kemudian mereka bertiga tertawa sejadi-jadinya. Awalnya Gus Sukri merasa sangat dilecehkan benar. Tetapi mendengar penjelasan Gus Dur malah dia sendiri yang tertawanya melebihi lengkingan kedua orang yang bersamanya.
“Cangkir yang untuk kiai Rembang yang mungkin masih keturunan Sunan Kudus, harus dilap dengan kain istimewa yang paling bersih, diantara kain-kain yang ada. Dan sempak itu betul-betul gress dari toko, belum pernah dipakai sebagai sempak, sehingga belum bisa disebut sebagai sempak.” Guman Gus Dur.

Aku kali ini mau melihat sesuatu yang menjadi kebiasaan bagi anak-anak HMI FISIP USU sering melakukan lelucon-lelucon. Entahlah apa alasan mereka berperilaku ngelucon ini. Kalau Gus Dur bilang lelucon sebagai sesuatu yang penting dalam melewati hari yang memang begitu berat kadang kala.

Aku juga masih mau melihat dan membuktikan, apakah kebiasaan ngelucon ini sama tabiatnya antara Gus Dur dan orang-orang HMI FISIP USU. Pasalnya ada anak-anak HMI FISIP USU yang sering sekali menghadapi berbagai persoalan dengan ngelucu walaupun kemarahan dan emosi sudah berada di ubun-ubun kepala ingin meletup bagai lahar gunung berapi.

Satu contoh yang pernah menjadi hiruk pikuk dan membuat leher uratnya sebesar tali kapal pada saat RAK (Rapat Anggota Komisariat). Biasalah, dan wajar pasti kalau dinamika tinggi dan syarat emosi. Berbedanya dengan guyonan Gus Dur adalah, kalau Gusdur memulainya dari hal yang rumit memcahkan kepala membawanya pada suasana yang enteng dan guyonan tapi tetap harus memiliki makna dari gurauan-gurauan kecil itu.

Tapi pada RAK ini, seorang junior bertanya kepada senior apakah forum RAK ini memang harus dilanjutin sampai larut malam dan artinya adalah begadang. Si senior mencak-mencak dan marah, menganggap si junior menganggap forum RAK tidak penting. Waduh… kecut juga junior yang bertanya itu. Mungkin dia juga pura-pura kecut agar senior merasa dia disegani dan ucapannya bertuah. (Hahay) tapi yang penting kita mesti belajar dewasakan?
“Begadang terkadang diperlukan untuk sesuatu yang bermanfaat dan menyelesaikan permasalahan.” Guman si senior dengan suara keras mengintimidasi junior.

Entah karena takut atau ingin mengiyakan pendapat si senior, si junior tersebut berusaha menjawab dan bermaksud meredahkan persoalan.”Benar Kakanda, begadang itu ada gunanya kalau ada keperluan yang mendesak. Seperti lagu Roma Irama “Begadang” yang menjelaskan perlunya begadang. Dengan segala kerelaan namun belum tentu iklas si junior apa lagi tanggapan yang akan diucapkan senior yang sudah kalang kabut marah karena tersinggung bahwa seorang junior menganggap RAK dengan begadang akan banyak mubazirnya.

“Jadi kalau sudah tahu begitu, seperti lagu begadang tadi, artinya Roma Irama juga mengakui kalau begadang itu juga menjadi sesuatu yang vital.” Senior itu rupanya masih melanjutkan diskusi yang mirip seperti marah-marah. Owalah… sakitlah kepala, uda dijawab kok masih belum puas Kakanda yang satu ini.
Suasana jadi mencekam—lagi-lagi ada yang memanjangkann kata mencekam sebagai mencari cewe kampong—bercampur suhu yang semakin mendingin di daerah pegunungan Sibolangit ini, saat wajah senior-senior masih tegang dan menunjukan ekspresi kecewa melihat mental-mental juniornya yang seperti kerupuk ke siram kuah bakso. Senior yang marah tadi berbicara lagi, kali ini dia bertanya. “Kalau anda telah mengakui bahwa begadang itu ada gunanya seperti yang dikatakan Roma Irama, maka yang jadi pertanyaan adalah ‘Apakah Roma Irama Itu juga kader HMI?”

Waduh.. apalagi maksud si senior ini… udalah bang, masak urusan remeh temeh begini dilanjutin sambil marah-marah. Apalah semua yang terjadi ini. Seorang junior yang masih baru MOP meradang dalam hatinya tanpa mampu berargumen menyandingkan pendapatnya dengan senior yang sudah mencak-mencak itu. Aku sendiri santai-santai ajalah waktu itu walaupun pura-pura serius dan ikut tegang. Makanya orang-orang lain yang berada didekatku dan melihat wajahku tidak tahu apa sebenarnya isi hatiku saat itu. Padahal aku ingin sekali tertawa. Tapi dapat tertahanlah untuk tetap dapat menjaga suasana serius dan mencekam.

Apalagi ini maksud senior tadi pakai acara membuktikan dengan bukti-bukti otentik lagi kalau Roma Irama tersebut sebagai anak HMI karena telah menciptakan lagu ‘Begadang’. Terjebak ternyata junior itu dengan mengikut sertakan Roma Irama dalam membela dirinya.

Ditengah suasana yang semakin rumit itu, merasa tidak nyaman juga aku berada disitu hanya dengan menyaksikan pertikaian senior—junior yang dari tadi membicarakan Roma Irama dan Begadang. Sengaja aku menyempal menginterupsi perdebatan tersebut kepada pimpinan sidang. Sebenarnya interupsi itu ada empat jenis. Pertama interupsi point of orther, kedua interupsi point of informasi, ketiga interupsi poin of clarification dan yang keempat interupsi poin of previlage. Aku memilih yang kedualah dalam memberikan argument melalui pimpinan sidang RAK. “Bagaimana kalau Roma Irama kita lupakan dan alangkah lebih baik kita lanjutkan persidangan dengan membahas Megi Z. atau Mansur S.” walah-walah apalagi sih maksudnya. Sebenarnya aku cuma bosan saja dengan debat yang silang pendapat tadi jadi memancing sikap isengku suasana itu.

Orang-orang di forum pada tertawa. Hanya pengurus saja yang tidak boleh tertawa karena mereka diposisi sebagai pesakitan. Orang yang akan di adili dan diminta pertanggung jawaban. Senior yang marah-marah tadi mau ikut tertawa tidak enak hati takut hilang wibawanya.

Akhir-akhir ini setelah aku semakin mengerti dan mempelajari perilaku-perilaku guyonan itu barulah aku menyadari fungsinya, makanya aku memutuskan untuk menuliskannya walau sekedarnya saja sebagai mengingat sejarah yang pernah dilewati bersama-sama dalam melewati susah senang selama belajar di HMI FISIP USU.

Konon perdebatan itu akhirnya ditemukan jawaban kalau Roma Irama Bukan kader HMI karena seorang pimpinan sidang yang juga Adm. Kesek Kepengurusan mengatakan bahwa dalam Film ‘Gitar dan Melodi” Roma irama tidak pernah kuliah dan menjadi mahasiswa.
Gus Dur punya kebiasaan meluconkan hal yang berat dan rumit menjadi ringan dan gampang di terima. Kalau anak-anak Hmi FISIP USU membuat sebuah lelucon yang ringan menjadi sesuatu yang rumit dan serius.

Kalau sekarang Gus Dur masih hidup dan bertemu dengan anak HMI FISIP USU apa yang kemudian akan terjadi? Waduh… entalah. Tapi pasti seru mungkin.


Kemudian Gus Dur menjawab pertanyaan wartawan itu. Anda sendiri kok lucu nanya-nanya kebiasaan orang lain. Masak anda memahami humor aja kok sulit, apalagi memahami yang lain. Kok geblek sih anda. Haah… kali ini sepertinya Gus Dur jadi serius.

25 Mei 2010
Sukmo Kelono
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Tinta Kertas - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger